oleh : Ikhwan Hadi / 153080149
Berita Kolom
Ujian nasional yang akrab kita sebut dengan UN ini seakan menjadi momok bagi sebagian para siswa yang mengikutinya. Mulai dari SMA bahkan sampai tingkat SD sekalipun ikut merasakan dampak psikis yang ditimbulkan dari UN.
Ujian nasional seolah menjadi batu sandungan. Tidak sedikit mereka yang tidak lulus akibat UN.
Di jogja sendiri angka ketidak lulusan akibat UN tiap tahun semakin meningkat. Puncaknya terjadi pada tahun ajaran kali ini. Menurut informasi, hampir lebih dari separuh peserta UN di jogja ini tidak lulus ujian. Bahkan kabarnya jogja yang terkenal dengan kota pelajar ini merupakan kota terbanyak se jawa yang tidak lulus UN.
Sebagian para siswa pun menghalalkan segala cara untuk bisa lulus pada ujian nasional. Alhasil cara yang tidak jujur pun mereka jalani, salah satunya dengan cara mencontek. Tidak sedikit pula mereka yang mau mengeluarkan uang berjuta-juta rupiah demi bisa membeli kunci soal ujian nasional.
Bahkan siswa tingkat Sekolah dasar sekalipun sudah berani mencontek temannya pada saat ujian. Mereka melakukan tindakan tidak jujur ini juga dikarenakan keinginan untuk bisa lulus UN.
Hal ini menimbulkan keprihatinan pada sebagian kalangan. Mereka menilai penyelenggaraan Ujian Nasional tidak bisa dijadikan sebagai tolak ukur untuk dapat meluluskan para siswanya. Justru dengan adanya UN seperti ini malah menjadikan penghalang bagi mereka.
Ini yang harus menjadi PR bagi pemerintah, khususnya departemen pendidikan. Pelaksanaan Ujian Nasional masih harus dikaji lebih dalam lagi kelayakannya.
Kita jangan semata-mata terpaku untuk bisa mengimbangi negara tetangga kita seperti singapura dan malaysia yang tingkat kelulusan mereka sudah mencapai nilai 7.00.
Yang terpenting adalah bagaimana membuat para pelajar kita ini mampu berdaya saing yang tinggi dan pemerintah kita dapat meningkatkan mutu pendidikan di negeri ini yang lebih baik, bukannya malah mematikan dengan cara pelaksanaan UN seperti itu yang dinilai membebani para siswa.
Mungkin cara yang terbaik adalah dengan menghapus ujian nasional yang sudah ada ini dan mengganti dengan cara yang lebih bersahabat lagi, misalnya melakukan tolak ukur kelulusan dengan model rapor sehingga tidak memberatkan para siswa. Karena sebagian siswa beranggapan sudah menempuh pendidikan selama 3 tahun atau bahkan 6 tahun bagi tingkat SD tapi selama itu hanya ditentukan dengan 3 hari atau 4 hari mengikuti Ujian Nasional itu bagi mereka dirasa tidak sesuai dan tidak adil.
Minggu, 30 Mei 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar